Add caption |
Nama saya Antonius Sina Kumanireng, kerap disapa Anton Sina. Saya
anak kedua dari lima bersaudara yang lahir di tengah-tengah keluarga
penganut Kristen Katolik yang masih sangat ketat mengamalkan ajaran
agama. Ayah saya, Kumanireng, salah seorang pastor sekaligus anggota
DPRD Tk. II Kab. Ende, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat
kelahiran saya mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk seluruh
keluarga saya.
Sejak kecil, saya telah dipersiapkan menjadi calon pendeta yang diharapkan menjadi penyebar agama di kampung halaman. Karena itu, saya pun sejak kecil bekerja sebagai tukang pukul lonceng gereja. Meskipun ayah saya terbilang penganut Kristen yang ketat, namun sejak kecil saya sering memberontak terhadap keluarga dan para pastor.
Saya kerap melemparkan pertanyaan kepada para pendeta, meskipun
mereka sering memberikan jawaban yang tidak memuaskan. Dan kekecewaan
itu, saya terus mencari kebenaran lewat gereja. Suatu ketika saya ikut
kebaktian di gereja. Tba-tiba hati saya yang gundah menjadi tenang.
Tapi, ketika keluar dari gereja hati saya kembali bimbang dan kacau.
Bahkan, menyebabkan saya bertengkar dengan saudara saya di rumah.
Maklum, keluarga saya termasuk keluarga yang kacau.
Saya sendiri tak paham betul, apa sesungguhnya yang menyebabkan
keluarga saya berantakan. Padahal, tiap hari keluar-masuk gereja. Saya
sendiri bahkan terlibat minum-minuman keras. Hati saya terus bertambah
kacau. Akhirnya, saya mencari kebenaran di luar rumah.
Suatu ketika, saya ditawari pastor untuk belajar ke Roma, Italia,
atas beasiswa dari Belanda. Saya menolak tawaran itu dengan alasan ingin
belajar di negeri sendiri. Saya terus mencari kebenaran karena keluarga
saya telah berantakan. Saya membuka Alkitab Injil, lalu saya temukan
Matius 26:20-25 yang berbunyi, “Yesus datang untuk menebus dosa-dosa
manusia. “
Saya terus membaca dan mengkaji, kesimpulan saya bahwa Yesus sendiri
tak mau mati menebus dosa manusia. Sementara itu, saya terus mengkaji
ayat-ayat Injil yang selalu menimbulkan pertentangan antara ayat satu
dan lainnya. Berkat ketekunan mempelajari sejarah dan pergaulan saya
dengan teman teman muslim serta setiap akan memakan babi saya muntah,
maka saya bertambah yakin untuk tidak makan daging babi.
Masuk Islam
Semua itu rupanya petunjuk langsung dan Allah agar saya segera
kembali ke agama yang sejati. Saya masuk Islam, dan kemudian saya ganti
nama menjadi Abdul Salam. Semua keluarga termasuk ayah tak setuju,
bahkan menjauhi saya.
Saya terus belajar tentang Islam. Saya pun mempelajari tasawuf.
Akhirya, cita-cita saya terwujud mempelajari tasawuf setelah saya masuk
Perguruan Isbatulyah yang mengajarkan kepada saya soal syariat dan
makrifat Islam. Orang yang paling berjasa terhadap diri saya dalam
mempelajari Islam adalah almarhum Usman Effendi Nitiprajitna. Saya terus
mempelajari ilmu kebatinan dari guru saya itu.
Alhamdulillah, saya telah menjadi seorang muslim, kendati saya
disingkirkan dari seluruh keluarga. Alhasil, saya menanti seluruh
keluarga saya agar mau terbuka dan bertanya kepada saya mengapa saya
memilih masuk agama Islam. Namun, sampai kini, tak ada yang mau menemui
saya.
Saya siap menjelaskan semuanya. Saya bangga masuk Islam karena Islam
mengajarkan umatnya untuk tolong menolong. Meskipun istri saya masih
tetap beragama Kristen, namun saya tetap melaksanakan shalat. Antara
tahun 1970-1973, saya mendapat beasiswa untuk belajar ke Universitas
Yokohama Jepang. Alhamdulillah, ke yakinan saya justru semakin kokoh
setelah saya bergaul dengan orang-orang Jepang. Padahal, dulunya, saya
termasuk peminum berat alkohol. Tapi, sesudah menjadi muslim, saya pun
meninggalkan kebiasaan buruk itu.
Setelah berhasil menyelesaikan studi di Jepang dengan gelar doktor
kimia, saya mendapat tawaran kerja dari ITB dan beberapa perusahaan
besar di Tanah Air. Namun, saya lebih senang memilih Universitas
Hasanuddin Makassar, karena PTN itulah yang pertama kali menawarkan aku
mengajar.
Bersyukur
Oh ya, saya mempunyai tiga orang anak. Namanya Yuliana, Elizabeth,
dan Isa. Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih
agama yang mereka anggap paling benar. Anak saya yang bungsu berkata
kepada saya, ia tak akan masuk Islam apa pun yang terjadi. Setelah
melewati waktu cukup panjang dalam memberikan pemahaman yang benar
tentang Islam, akhirnya Yuliana dan Elizabeth mau mengikuti jejak saya,
masuk Islam.
Saya bangga dan bersyukur kepada Allah Walaupun saya tak pernah
memaksa anak-anak masuk Islam, tapi karena kesadaran sendiri, mereka
akhirnya masuk Islam. Si bungsu yang keras dan benci terhadap agama
Islam pun tiba-tiba berubah sikap dan mau masuk Islam. Alangkah
bahagianya had saya. Semua anak-anak saya telah memilih jalan yang
benar.
Semangat beragama dan kecintaan saya kepada Islam bertambah dalam.
Apalagi berkat bantuan Prof-Dr. H. Nasir Nessa yang memberikan
kesempatan kepada saya menunaikan ibadah haji. Berbagai kemudahan saya
dapatkan di Tanah Suci. Antara lain, saya dapat dengan mudah mencium
Hajar Aswad. Tak lupa, saya pun mendoakan seluruh keluarga saya agar
dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran Islam.
Kecewa
Setelah bertahun tahun melakukan pendalaman terhadap Islam,
akhirnya-saya menemukan kebenaran yang hakiki (sejati) itu di dalam
Islam. Namun, saya sempat kecewa setelah masuk Islam. Saya melihat umat
Islam menganut agamanya semata-mata karena faktor keturunan, sehingga
wujud pengamalannya masih minus. Islam semata-mata hanya simbol, tanpa
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya benar-benar kecewa dan tak
menyangka kalau umat Islam ternyata masih banyak yang tidak memahami
ajaran agamanya secara benar.
Kekecewaan itu muncul, barangkali lantaran saya yang mualaf ini
terlalu berharap banyak dari umat Islam. Ternyata, semua harapan itu
sirna. Banyak umat Islam tak menghargai agamanya. Padahal, saya sebelum
masuk Islam bertahun-tahun mengembara, berguru dari satu tempat ke
tempat lain, demi membuktikan kebenaran yang ada di dalam Islam. Mengapa
umat Islam sendiri tak bangga terhadap agamanya? Bukankah Islam agama
suci? tapi akhirnya saya sadar bahwa itu semua kembali kepada pribadi
masing-masing, yang jelek hanya sebagian kecil, masih banyak
pribadi-pribadi ummat Islam yang patut dicontoh dan jadi panutan karena
pada dasarnya Islam adalah agama yang Suci dan hakiki.
Akhirnya saya benar-benar bersyukur betapa nikmatnya hidup dalam
panji Islam yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT. Saya pun bersyukur
karena setiap menjelang Lebaran, saya bersama tiga orang anak saya
bersama-sama melakukan shalat Idul Fitri di Lapangan Karebosi, Makassar.
Padahal, sebelum mereka masuk Islam, saya terkadang merasa sunyi,
karena merayakan Hari Raya suci ini seorang diri.
Kini, saya mengabdi di Universitas Hasanuddin Makassar sebagai dosen
yang tiap hari bergaul di tengah mahasiswa dan sesekali berdialog
tentang Islam. Saya bangga dapat mengabdi di sebuah almamater yang
sangat menghargai pendapat orang lain.
Penulis : Bachtiar AK dan Silahuddin B/Albaz dari Buku “Saya memilih Islam” Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website
Artikel lainnya :
Kisah Mualaf : Angela Collins, Alasan Saya Menyerahkan Hati Saya Pada Islam
Kisah Mualaf : Heather Matthews, Menemukan Cinta Sejati Dalam Islam
INFO & PROMO SERENA HWS - SILAHKAN KLIK....! |
Add caption |
penulisnya goblok n pembohong, sapaan kadang pastor kadang pendeta,judulnya pastor tp isinya kontradiksi mana ada passtor jadi DPRD..jalan misi Tuhanmu tp BOHONG
BalasHapusDitawarkan sekolah ke Roma. Tentu Katolik. Tapi anak pastor ? Ayahnya pastor sekaligus anggota DPRD ? Macam mana pula ini. Seorang pastor anggota parpol.
BalasHapus