3. Musibah yang merupakan pengangkat derajat, hal ini ditandai dengan sikap yang penuh keridhoan,
ketenangan, ketenteraman terhadap perbuat Alloh, Rabb langit dan bumi.
( Syeikh Abdul Qodir Jaelani)
Makna Ujian Dalam kehidupan
Hidup di dunia adalah ujian. Dalam keadaan miskin, kaya, menderita,
bahagia, semuanya adalah ujian. Jika ia diuji dengan kesenangan, ia
harus bisa bersyukur dan menggunakannya dalam kebaikan. Dan jika diuji
dengan kekurangan dan kesempitan dia harus sabar dan memohon pahala dari
Allah Ta’ala.
Banyak orang yang tidak sadar akan sebuah ujian. Tidak tahu akan
jenisnya ujian, tujuan dari ujian, serta hikmah dari berbagai ujian
tersebut. Yang akhirnya, dia salah dalam mensikapi berbagai ujian
tersebut sesuai dengan yang diharapkan Islam.
Saat ia diberi kenikmatan seakan-akan ia adalah limpakan karunia dari
Allah Ta’ala. Ia gunakan kenikmatan tersebut untuk berfoya-foya dan
kemaksiatan. Kesehatannya tidak digunakannya untuk ketaatan dan
beribadah pada penciptanya. Sedangkan harta yang ia miliki dibelanjakan
untuk kemaksiatan dan hal-hal yang kurang begitu berguna.
Dan saat ia tertimpa musibah pada dirinya dan disempitkan hartanya,
seakan-akan Allah Ta’ala sedang menghinakannya. Allah Ta’ala sedang
marah terhadapnya. Dan Allah Ta’ala sedang mengadzabnya dalam kehidupan
dunia. Ia merasa dunia terlalu sempit. Hal ini persis yang disampaikan
Allah Ta’ala dalam al qur’an ;
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ
وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata: “Tuhanku Telah
memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya
Maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. [ QS. Al Fajr : 15-16 ].
Imam Ibnu Katsir berkata : Allah Ta’ala berkata mengingkari manusia
yang berkeyakinan, jika Allah meluaskan baginya rizki untuk mengujinya,
ia mengira bahwa Allah memuliakannya. Padahal tidak demikian. Akan
tetapi ia adalah ujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : Apakah mereka
mengira bahwa harta dan anak-anak yang kami berikan kepada mereka itu
(berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada
mereka? tidak, Sebenarnya mereka tidak sadar. [ Al Mukminun 55-56 ].
Disisi yang lain, jika Allah Ta’ala mengujinya dengan kesempitan
rizki, ia meyakininya bahwa Allah sedang menghinakannya. Padahal tidak
demikian. Allah memberikan harta pada orang yang dicintai dan yang tidak
dicintai. Dan menyempitkan harta bagi orang yang dicintai dan yang
tidak dicintai. Akan tetapi yang menjadi setandart adalah ketaatan ia
dalam dua kondisi tersebut. Jika ia dalam kondisi kaya, hendaklah
bersyukur. Dan jika ia dalam kondisi fakir hendaklah ia bersabar. [
Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut ].
Jenis ujian
Semuanya yang ada di dunia adalah ujian. Sedangkan ujian ada dua
macam. Ujian berupa kesenangan dan ujian berupa ketidak senangan dan
kesempitan.
Pertama : Ujian kesempitan dan ketidak senangan.
Jenis inipun juga terbagi menjadi dua macam. Yaitu taqdir Allah yang
menjadikan ia miskin, lapar, tertimpa musibah atau hilangnya orang-orang
dekat kita. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ
الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [ Al Baqarah :
155 ].
Sedangkan jenis kedua adalah ujian ketidak senangan dikarenakan usaha
dia dalam melaksanakan syari’at Allah Ta’ala. Seperti seorang muslim
yang berusaha memelihara jenggotnya, menjauhi isbal, menjauhi rokok dan
perbuatan dosa lainnya. Atau seorang wanita muslimah yang istiqamah
dalam berpakaian sesuai tuntunan islam. Jika berbagai ketaatan tersebut
mendatangkan cibiran orang, makian dan umpatan dan bahkan kesempitan
rizkinya, maka ketahuilah ia adalah ujian dari Allah. Derajadnya lebih
tinggi dibandingkan ujian kesempitan karena taqdir Allah. Maka tidak
heran jika Allah menyiapkan jannah bagi orang-orang yang lulus dalam
ujian ini. Allah Ta’ala berfirman :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى . فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah
tempat tinggal(nya). [ An Nazi’at : 40 – 41 ].
Maksudnya adalah, takut akan kedudukan Allah Ta’ala dan
hukum-hukumnya. Kemudian ia tahan nafsunya dari hal yang tidak benar,
dan ia arahkan pada ketaatan, maka tempat kembalinya adalah jannah. [
Tafsir Ibnu katsir ].
Kedua : ujian kesenangan dan kelapangan.
Jenis
inipun juga ada dua bagian. Pertama Allah mentaqdirkannya sehat, diberi
kekayaan melimpah, anak-anak yang banyak dan membanggakan, memiliki
kedudukan tinggi dimasyarakat dan yang lainnya. Semuanya ini, kadang
menjadi kebanggan bagi orang-orang yang memilikinya. Allah Ta’ala
berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).
dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan. [ Al Anbiya’ : 35 ].
Pada ayat tersebut Allah Ta’ala menyebutkan ujian kesusahan dan
kesenangan secara bersama-sama. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam
juga bersabda dalam hadistnya :
إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ مَحْزَنَةٌ
Sesungguhnya anak itu bisa menjadikan bahil, pengecut, bersedih. [ Shahih jami’us shaghir : 1990 ].
Hadist ini juga mengingatkan pada kita agar tidak bahil saat islam
memerintahkan kita untuk berinfaq. Atau pengecut saat islam
memerintahkan kita untuk berjihad dan membela agama kita. Dan bersedih
yang mendalam saat anak kita meninggal dunia.
Sedangkan jenis kedua adalah; ujian berupa kenikmatan tetapi dengan
melanggar aturan Islam. Seperti seseorang yang menahan dirinya dari
jalan-jalan yang diharamkan saat mencari rizki. Bisa saja dia masuk
menjadi pegawai bank-bank ribawi atau mungkin mendapatkan hutangan yang
lunak dari bank tersebut. Atau dengan menipu saat melakukan transaksi
jual beli. Akan tetapi ia tinggalkan semuanya karena takut akan ancaman
Allah Ta’ala.
Ujian yang seperti ini terkadang menjadi ujian yang lebih berat
dibandingkan ujian kesusahan dan kesempitan hidup. Orang yang sempit dan
tersiksa kebanyakan akan meminta dan memohon pada Allah dengan
kesabaran dan keistiqamahan agar dihilangkan kesempitannya. Tetapi
sedikit dari manusia yang mendekat dan memohon pada Allah agar
meluluskan ujian berupa kesenangan di dunia ini dan tidak terjerembab
pada hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Karena mereka menganggap
bahwa ia telah diberi kemuliaan Allah Ta’ala berupa kenikmatan, padahal
mereka terus dalam kaedaan maksiat dan melanggar aturan-aturan islam.
Dari itulah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam lebih banyak
mengingatkan para sahatbatnya tentang bahayanya ujian kenikmatan
dibandingkan ujian kesempitan. Beliau bersabda dalam hadistnya ;
مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ
عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
Tidaklah kefakiran aku takutkan atas kalian. Akan tetapi yang aku
takutkan jika dibukakan atas kalian dunia sebagaimana telah dibukakan
terhadap orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian berlomba-lomba
terhadapnya sebagaimana mereka berlomba-lomba terhadapnya, dan kalian
celaka sebagaimana mereka telah celaka. [ HR. Bukhori Muslim ].
Betapa banyak orang yang bersabar saat diuji dengan kefakiran dan
kemiskinan. Ia senantiasa berdo’a pada Allah untuk diberikan kesabaran
dalam menanggung kemiskinannya.
Tetapi sedikit diantara manusia yang
diuji dengan kenikmatan hidup. Bakhil terhadap hartanya, sombong dengan
anak-anaknya yang telah sukses dunianya, serta berbangga-bangga dengan
pekerjaan dan kedudukan mereka dimasyarakat. Mereka merasa bahwa itu
semua adalah tanda kecintaan Allah kepada mereka. Sehingga ada yang
berujar bahwa saking cintanya Allah kepadaku Ia memberikan seluruh
kenikkmatan dunia padaku. Sungguh ini adalah bukti ketidak pahaman ia
tentang hakekat sebuah ujian.
Sebagai penutup kami pesankan, jika anda ditaqdirkan menjadi orang
diberi kelapangan, sadarlah bahwa ia adalah ujian. Jangan anda hamburkan
harta anda untuk bermewah-mewah dan berbangga-bangga. Jadilah
sebagaimana Abdurrahman bin ‘Auf. Yang takut jika kenikmatan dunia itu
akan mengurangi kenikmatan ia di akhirat. Dan jika anda ditaqdirkan
menjadi orang yang fakir atau kekurangan, maka bersabarlah dengan
keadaan anda. Jangan sampai kemiskinan menjerumuskan anda pada perbuatan
dosa. Kuncinya adalah sabar dan syukur. Jika kita bisa bersabar atau
bersyukur, maka jannah menanti kita.
Artikel lainnya :
BURUK SANGKA, SALAH SATU PENYAKIT HATI
SHALAT KHUSYUK DENGAN ILMU TAUHID