Abdullah DeLancey |
Saya tidak bisa menemukan
jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma
sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk menyelamatkan seseorang
tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau siapapun, atau apapun.
Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini terhadap ajaran
Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau menjadi
seorang Kristiani.”
Jalan untuk meraih cita-citanya sebagai pendeta atau pemimpin
misionaris terbuka lebar, namun jalan yang terbentang itu justru
membawanya untuk mengenal Islam. Sehingga ia akhirnya memutuskan untuk
menjadi seorang Muslim dan melepaskan semua ambisinya, meski pada saat
itu ia sudah menjadi pembantu pendeta.
Dia adalah Abdullah DeLancey, seorang warga Kanada yang menceritakan
perjalanannya menjadi seorang Muslim. “Dulu, saya adalah penganut
Kristen Protestan. Keluarga saya membesarkan saya dalam ajaran Gereja
Pantekosta, hingga saya dewasa dan saya memilih menjadi seorang jamaah
Gereja Baptist yang fundamental,” kata DeLancey mengawali ceritanya.
Menurutnya, sebagai seorang Kristen yang taat, kala itu dia kerap
terlibat dengan berbagai aktivitas gereja seperti memberikan khotbah
pada sekolah minggu dan kegiatan-kegiatan lainnya. “Saya akhirnya
terpilih sebagai pembantu pendeta. Saya benar-benar ingin mengabdi lebih
banyak lagi pada Tuhan dan memutuskan untuk mengejar karir sampai
menjadi seorang Pendeta,” tutur DeLancey yang kini bekerja memberikan
pelayanan pada para pasien di sebuah rumah sakit lokal.
Keinginannya, sebenarnya menjadi seorang pendeta atau menjadi seorang
misionaris. Namun ia berpikir, jika menjadi seorang Pendeta maka akan
memperkuat komitmen hidupnya dan keluarganya pada gereja secara penuh.
DeLancey pun mendapatkan beasiswa untuk mengambil gelar sarjana di
bidang agama.
“Sebelum mengikuti kuliah di Bible College, saya berpikir untuk lebih
menelaah ajaran-ajaran Kristen dan saya mulai menanyakan sejumlah
pertanyaan-pertanyaan serius tentang ajaran agama saya. Saya
mempertanyakan masalah Trinitas, mengapa Tuhan membutuhkan seorang anak
dan mengapa Yesus harus dikorbankan untuk menebus dosa-dosa manusia
seperti yang disebutkan dalam Alkitab,” ujar DeLancey.
Hal lainnya yang menjadi tanda tanya bagi DeLancey, bagaimana bisa
orang-orang yang disebutkan dalam “Kitab Perjanjian Lama” bisa “selamat”
dan masuk surga padahal Yesus belum lahir. “Saya dengan serius
merenungkan semua ajaran Kristen, yang selama ini saya abaikan,” sambung
DeLancey.
Ia mengakui tidak mendapatkan jawaban yang masuk akal dan cukup
beralasan atas semua pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar ajaran
Kristen itu. “Lantas, untuk apa Tuhan memberikan kita akal yang luar
biasa jika kemudian kita tidak boleh menggunakannya. Itulah yang
perintahkan agama Kristen, agama Kristen meminta kita untuk tidak
menggunakan akal ketika menyatakan bahwa Anda harus punya keyakinan.
Sebuah keyakinan yang buta,” kata DeLancey, mengenang pengalamannya di
masa lalu.
Sejak itu, DeLancey sadar bahwa selama ini ia sudah menelan ajaran
Kristen dengan secara buta dan tidak pernah mempertanyakan hal-hal yang
sebenarnya membuatnya bingung. “Saya sama sekali tidak pernah
menyadarinya,” ujar DeLancey.
“Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya
sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk
“menyelamatkan” seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak
atau siapapun, atau apapun. Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya
selama ini terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai
ajaran Kristen atau menjadi seorang Kristiani.”
“Saya meninggalkan gereja untuk selamanya dan istri saya mengikuti
langkah saya, karena ia juga mengalami hal yang sama dalam menerima
ajaran-ajaran Kristen. Inilah yang akan menjadi awal perjalanan spritual
saya, ketika itu saya tanpa agama tapi tetap percaya pada Tuhan,” papar
DeLancey.
Hidayah Itupun Datang
DeLancey mengakui, saat-saat itu menjadi saat-saat yang sulit bagi
dirinya dan keluarganya yang selama ini hanya tahu ajaran Kristen. Namun
ia terus mencari kebenaran dan mulai mempelajari berbagai agama.
DeLancey tetap menemui kejanggalan-kejanggalan dalam agama-agama yang
dipelajarinya, sampai ia mendengar tentang agama Islam.
“Islam !!! Apalagi itu? Sepanjang yang saya ingat, saya tidak pernah
mengenal seorang Muslim dan tidak pernah mendengar Islam, bahkan
pembicaraan tentang Islam sebagai salah satu agama di tempat saya
tinggal di Kanada kecuali cerita-cerita buruk tentang Islam. Ketika itu,
saya sama sekali tidak mempertimbangkan Islam,” tutur DeLancey.
Tapi kemudian, DeLancey mulai membaca-baca informasi tentang Islam
dan mulai membaca isi Alquran. Isi Alquran itulah yang mengubah
kehidupannya sehingga ia tertarik untuk membaca segala sesuatu tentang
Islam. Beruntung, DeLancey menemukan sebuah masjid yang letaknya sekitar
100 mil dari kota tempat tinggalnya.
“Saya lalu membawa keluarga saya ke masjid ini. Dalam perjalanan,
saya merasa gugup tapi juga dipenuhi semangat dan saya bertanya pada
diri sendiri, apakah saya akan diizinkan masuk ke masjid karena saya
bukan seorang Arab atau Muslim,” kisahnya.
Setelah sampai di masjid, saya pun merasa bahwa tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Ia dan keluarganya disambut hangat oleh seorang Imam dan
sejumlah Muslim di masjid itu. “Mereka sangat baik. Tidak seburuk
berita-berita tentang Muslim,” aku DeLancey.
Di masjid itu, DeLancey diberi buku yang ditulis oleh Ahmad Deedat
dan ia diyakinkan bisa menjadi seorang Muslim. DeLancey membaca semua
material-material tentang Islam dan sangat menghargai pemberian itu,
karena di perpustakaan di tempatnya tinggal hanya ada empat buku tentang
Islam.
“Setelah mempelajari buku-buku itu, saya sangat syok. Bagaimana bisa
saya menjadi seorang Kristiani begitu lama dan tidak pernah mendengar
ada kebenaran? Saya akhirnya meyakini Islam dan ingin masuk Islam,”
kisah DeLancey.
Ia kemudian mengontak komunitas Muslim di kotanya dan pada 24 Maret
2006 saya pergi ke masjid dan mengucapkan syahadah beberapa saat sebelum
pelaksanaan salat Jumat, dengan disaksikan komunitas Muslim di kotanya.
“Saya mengucapkan La illaha ill Allah, Muhammadur Rasul Allah, tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya pun menjadi
seorang Muslim. Hari itu adalah hari paling indah dalam hidup saya. Saya
mencintai Islam dan merasakan kedamaian sekarang,” tukas DeLancey
mengingat kembali saat-saat ia menjadi seorang Mualaf.
DeLancey mengakui, ia dan keluarganya menghadapi masa-masa sulit
setelah memutuskan memeluk Islam terutama dari teman-temannya yang
Kristen dan dari kedua orangtuanya. Ia tidak diakui lagi sebagai anak
dan teman-temannya yang Kristen tidak mau lagi bicara dengannya.
DeLancey dijauhi bahkan ditertawai. Baca juga artikel 5 Alasan Mualaf Tertarik Islam.
“Saya senang menjadi seorang Muslim, tak masalah jika teman-teman
saya sesama orang Kanada memandang saya aneh karena memilih menjadi
seorang Muslim. Karena saya sendiri yang akan mempertanggungjawabkan
perbuatan saya pada Allah setelah saya mati.”
“Allah memberi saya kekuatan dan Allah yang Maha Besar menolong saya
untuk melewati masa-masa sulit setelah saya masuk agama Islam. Saya
punya banyak sekali saudara seiman sekarang,” tandas DeLancey.
Setelah masuk Islam, DeLancey mengubah nama depannya dan jadilah
namanya sekarang Abdullah DeLancey. menjadi orang pertama dan
satu-satunya pembimbing rohani Islam yang dibolehkan bekerja di rumah
sakit di kotanya. Ia juga mengelola sebuah situs Islam Muslimforlife.com yang dididirikannya.
“Saya seorang Muslim dan saya sangat bahagia menjadi seorang Muslim.
Rasa syukur saya panjatkan pada Allah SWT,” tukas DeLancey mengakhiri
kisah perjalanannya dari seorang pembantu pastor menjadi seorang Muslim.
Artikel lainnya :
Kisah Mualaf : Apakah Tuhan Bisa Mati....? Akhirnya Anthony Masuk Islam
Nissan Evalia Baru Tampil Lebih Mewah
Kisah Mualaf : Apakah Tuhan Bisa Mati....? Akhirnya Anthony Masuk Islam
Nissan Evalia Baru Tampil Lebih Mewah
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar