Add caption |
Energi Alfatihah
Apa yang akan Anda lakukan jika dalam 24 jam harus mengosongkan rumah
yang Anda tempati karena akan disita?
Padahal, saat itu, Anda belum memiliki
rumah gantinya, atau sekadar ”nebeng” untuk seminggu sampai dua minggu,
sedangkan Anda memiliki keluarga, satu istri dengan tiga anak? Mau
nebeng sama tetangga malu. Mau pindah ke rumah orangtua perlu waktu lama
karena nun jauh di kampung. Tambah pula, tidak ada uang sepeserpun di
dompet apalagi di nomor rekening untuk sekadar tinggal di hotel atau
pondok melati.
Jangankan untuk menyewa kamar hotel, untuk makan
sehari-hari saja sudah pusing tujuh keliling. Bingung, khawatir, sedih,
gelap, dan tak bisa berpikir jernih biasanya akan berkecamuk di benak.
Itulah yang dialami Pak Ghonim. Belum dua minggu harus angkat koper dari
tempat kerja karena PHK, perintah mendadak dari si empunya kontrakan
untuk segera pergi dari rumah kontrakan, telah membuatnya kalang kabut.
Dunia seakan gelap gulita. Proses diplomasi yang diajukannya menemui
jalan buntu, karena Pak Siregar, si empunya rumah, harus segera
menyerahkan rumah tersebut kepada pihak bank sebagai konsekuensi dari
ketidakmampuannya membayar utang. Proses penyitaan rumah akan dilakukan
esok harinya sekitar jam 09.00 pagi. Ia pun tak bisa menuntut lebih
kepada Pak Siregar yang juga tengah kesusahan, terlebih ia pun belum
membayar tunggakan sewa rumah. Malah, ia harus berterima kasih karena
Pak Siregar telah memberi tengat waktu kepadanya untuk menangguhkan
pembayaran utang.
Dengan sangat sedih, Pak Ghonim dan istrinya dengan dibantu dua anaknya
yang masih kecil, yang terbesar duduk di kelas tiga SD, yang kedua kelas
1 SD, dan yang ketiga masih balita, segera membereskan rumah dan
mengepak barang-barang yang bisa dibawa. Rencananya, jika sampai besok
belum ditemukan jalan keluar, untuk beberapa hari barang-barang tersebut
akan dititipkan pada tetangga, sebelum diangkut ke rumah orangtua
istrinya di luar kota. Ia sendiri akan menginap di masjid dekat rumah,
kebetulan ia sering ke masjid dan sudah kenal baik dengan ketua DKM-nya.
Saat hari sudah semakin malam, rasa gelisahnya makin memuncak, sang
istri malam sudah menangis. Dalam kondisi itu, Pak Ghonim mengajak
istrinya shalat berjamaah Isya di tengah rumah. Sengaja ia tidak ke
masjid, selain karena hujan, ia pun ingin menemani istri dan tiga
anaknya yang tengah kebingungan. Shalat kali itu terasa begitu khusyuk.
Pak Ghonim berdo'a dan diaminkan oleh istri dan anak-anaknya.
Malam pun berlalu, terasa begitu lama bagi keluarga Pak Ghonim. Selama itu pula tidak ada tanda-tanda akan datangnya solusi bagi mereka. Pasangan suami istri itu baru bisa tertidur lewat tengah malam. Saat terbangun pada subuh hari, sekitar jam 04.00, dilihatnya si sulung, Rafi, sedang shalat. Tak pernah keduanya melihat Rafi shalat Tahajud. Biasanya ia bangun sekitar pukul 05.00 bareng adiknya, Indra. Didengarnya si sulung tengah mengulang-ulang Al Fatihah , mungkin ratusan kali lebih sambil menengadahkan tangan. Ia tidak membaca doa apa pun selain Al Fatihah itu.
Malam pun berlalu, terasa begitu lama bagi keluarga Pak Ghonim. Selama itu pula tidak ada tanda-tanda akan datangnya solusi bagi mereka. Pasangan suami istri itu baru bisa tertidur lewat tengah malam. Saat terbangun pada subuh hari, sekitar jam 04.00, dilihatnya si sulung, Rafi, sedang shalat. Tak pernah keduanya melihat Rafi shalat Tahajud. Biasanya ia bangun sekitar pukul 05.00 bareng adiknya, Indra. Didengarnya si sulung tengah mengulang-ulang Al Fatihah , mungkin ratusan kali lebih sambil menengadahkan tangan. Ia tidak membaca doa apa pun selain Al Fatihah itu.
Selesai shalat, Rafi berkata pada ibunya,
”Mah, Rafi pernah dengar dari Pak Ustaz kalo Allah itu seneng denger
Fatihah. Rafi baru inget pas tadi malam. Ya udah, Rafi minta sama Allah
dengan Al Fatihah itu supaya kita tidak jadi pergi dari sini”.
Ibunya hanya mengiyakan dengan mata berkaca-kaca.
”Iya, semoga aja Nak”.
Selepas shalat Subuh, ponsel jadul milik Pak Ghonim berdering. Ternyata,
Pak Mughni, salah seorang mantan bosnya di kantor menelepon. Mereka
berbincang agak lama. Namun tampak perubahan air muka Pak Ghonim yang
tadinya kuyu menjadi cerah kembali.
Setelah mengangkat telepon, Pak
Ghonim segera menghampiri istri dan anak-anaknya. Ia pun merangkul Rafi
dengan mata berkaca-kaca,
”Do'amu dikabulkan Nak. Alhamdulillah. Hari ini kita jadi pindah dari
sini … tapi pindahnya ke rumah yang lebih bagus dari rumah ini”.
Ternyata, mantan bosnya itu menawarkan pekerjaan baru, yaitu mengurus
salah satu villa miliknya yang baru direnovasi. Villa itu terbilang mewah,
luas, dan letaknya sangat strategis. Ketika Pak Ghonim mengungkapkan
kondisi yang tengah dialaminya, mantan bosnya itu langsung menyuruhnya
untuk segera pindah ke sana.
”Nanti jam setengah sembilanan, pegawai saya jemput keluargamu ya Niim,”
ujar Pak Ghonim menirukan orang yang akan menolongnya itu.
Baca juga artikel tentang :
- Membuka Kunci Limpahan Rejeki Dengan Shalat Dhuha
- Tanda - tanda hati yang mati
- Menyambut datangnya bulan Ramadhan
Baca juga artikel tentang :
- Membuka Kunci Limpahan Rejeki Dengan Shalat Dhuha
- Tanda - tanda hati yang mati
- Menyambut datangnya bulan Ramadhan
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar