Mualaf - Joseph Estes |
Kisah Mantan Pastor Yang Mendapat Hidayah Islam
BAGIAN I
Terikat dalam keluarga yang memegang ajaran Kristen dengan kuat.
Keluarga dan nenek moyang kami tidak hanya mendirikan gereja dan sekolah
Kristen di Midwest, tapi merupakan keluarga pertama yang menempati
daerah itu. Kami adalah Kristen yang taat.
Saat remaja, aku ingat benar ketika aku minat sekali untuk tahu
tentang Gospel atau sering di sebut “Kabar baik”, ajaran dari Kristen.
Hal ini membuatku makin ingin belajar tentang banyak agama. Tapi tidak
terhenti hanya pada agama Kristen. Sama sekali tidak. Aku pun mengkaji
agama Hindu, Yahudi, Buddha, metafisik, dan keyakinan asli orang Amerika
(suku Indian). Namun hanya satu agama yang tidak saya kaji, yaitu
Islam. Ayahku aktif mengikuti kegiatan gereja, terutama sekolah gereja.
Ia dan istrinya (Ibu tiriku) mengenal banyak penginjil dan pengkhotbah
di TV.
Pada tahun 1991, ayah mulai menjalin usaha dengan orang Mesir dan
memintaku untuk menemuinya. Dan ayahku menyebutkan bahwa orang Mesir itu
seorang Muslim. Saat itu, aku tak mempercayainya. Seorang muslim? Aku
akan bertemu dengan seorang Muslim? Bahkan aku belum pernah menemui
orang muslim sebelumnya. Seperti apakah dia? Ayahku pernah bilang kalau
oarng muslim itu bengis dan teroris. Mereka suka main bom sana sini dan
pekerjaannya mencium tanah lima kali sehari, lalu menyembah kotak hitam
di gurun.
Pada saat menemuinya, aku memakai seluruh perhiasan Kristenku. Aku
membawa injil, memakai kalung salib dan memakai topi bertuliskan “Tuhan
Yesus”. Tapi yang kudapatkan adalah sebaliknya, orang muslim dari Mesir
itu tidak mengenakan hal-hal yang mengerikan yang mencirikan seorang
muslim fanatik. Ia tidak memakai kalung bertuliskan nama Tuhan mereka,
tidak pula membawa kitab mereka. Ia pun seorang yang ramah.
Setelah perkenalan singkat, aku mulai mengorek informasi tentang
Islam. Dan kudapati hal yang mengejutkan, bahwa muslim itu mempercayai
Tuhan, percaya dengan adanya Adam, Hawa, Abraham (Ibrahim), Moses
(Musa), David (Daud), Solomon (Sulaiman), bahkan ia juga percaya dengan
Injil dan Isa. Apa-apaan, pikirku. Bagaimana bisa kami, yang berbeda
agama mempercayai hal yang sama??
Nama orang Mesir itu, Muhammad. Ketika kami makin akrab atas nama
bisnis, Muhammad dan aku sering pula bertemu dan diskusi seputar Islam
dan Kristen. Aku mulai memamerkan berbagai macam versi Injil. Dari mulai
versi James yang lama dan yang baru, versi Jimmy Swaggart, Injil
Katolik dan Protestan. Sedangkan Muhammad, menunjukkan bahwa ia hanya
mempunyai satu buah versi Al-Quran. Aku terkesima dengan Al-Quran yang
terjaga rapi dan dapat dibaca dengan mudah juz per juz.
Lebih mengejutkannya lagi adalah ketika Muhammad membawaku ke
Masjid, menjumpai seorang pendeta Katolik yang aku kenal telah masuk
Islam. Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana dengan ikhlas kurasakan
mantan Pendeta Katolik itu mengatakan bahwa ia telah kembali ke pangkuan
Islam? Aku sadar dan benar-benar terkejut bahwa disamping mempercayai
Taurat dan Injil, mereka juga mempercayai kalau Yesus adalah utusan
Tuhan, bukti mukjizat kelahiran manusia tanpa campur tangan manusia,
Messiah yang disebutkan dalam Injil.
Muhammad juga mengatakan bahwa
Yesus saat ini bersama dengan Tuhan dan yang paling penting bahwa ia
akan kembali pada Hari Akhir untuk memimpin orang beriman melawan
anti-Tuhan (LudiChrist). Ini semua ada dalam kepercayaanku sebagai
seorang Kristen. Mengapa ayahku dan yang lainnya mengatakan bahwa Islam
salah kaprah jika ajarannya sama dengan ajaran yang tengah kusebarkan ke
seluruh pelosok Amerika ?
BAGIAN KE 2
Ini semua membuatku berpikir. Muhammad yang tinggal bersamaku,
sehari-harinya menjadi temanku berdiskusi banyak hal, dari malam hingga
shubuh. Saat itu, aku tahu akhirnya kebenaran telah datang dan sekarang
terserah pada diri saya sendiri. Aku pergi ke rumah ayah dan menemukan
papan kayu besar. Di atas papan kayu itu saya taruh kepala saya di tanah
menghadap kiblat yang selama ini menjadi arah ibadah orang muslim,
untuk bersujud lima kali sehari.
Dalam keadaan seperti itu, aku memohon kepada Tuhan untuk memberikan
petunjuk,“Ya Tuhan, Jika Engkau di sana, berilah aku petunjuk.” Setelah
beberapa saat, aku mengangkat kepalaku dan merasakan sesuatu. Yang
kulihat bukanlah burung atau malaikat di langit atau mendengar suara
musik. Bukan pula cahaya terang dan kelebat bayangan, tapi itu sebuah
perasaan, perubahan di dalam diriku sendiri. Aku langsung mandi dan
menyiram seluruh tubuhku, seolah-olah ingin menghilangkan semua dosa
yang sudah menempel selama berpuluh-puluh tahun.
Pagi itu juga, jam 10, aku berdiri mengumandangkan syahadat di
hadapan dua orang saksi, mantan pendeta Peter Jacob dan Muhammad
Abdurrahman. Beberapa menit kemudian istriku menyusul. Kali ini di
hadapan tiga orang saksi (aku sebagai saksi yang ketiga). Ayahku memilih
untuk yakin benar beberapa bulan berikutnya sebelum bersyahadat.
Akhirnya ia kembali ke pangkuan Islam dan mengajakku untuk shalat
bersama di masjid sekitar rumah kami.
Bahkan anak-anak kami pindah dari sekolah Kristen ke sekolah Islam.
Kini, sepuluh tahun berikutnya, mereka telah menghafal banyak ayat-ayat
suci Al-Quran dan mengajarkan Islam pula. Ibu tiriku adalah orang yang
paling akhir di dalam keluarga kami yang akhirnya menyadari bahwa Yesus
tidak mungkin anak Tuhan. Yesus pastilah Utusan Tuhan dan bukan bagian
dari Tuhan.
Yang membuatku bahagia adalah karena tidak hanya keluarga kami, dari
penginjil yang kemudian kembali ke Islam. Ketika aku di Dallas, seorang
pelajar seminari Baptist bernama Joe masuk Islam setelah membaca
Al-Quran di sekolah itu. Juga perjumpaanku dengan seorang missionaris
yang bekerja selama 8 tahun di Afrika. Ia juga masuk Islam dan mengubah
namanya menjadi Omar. Selama di Dallas pula, aku berkenalan dengan Uskup
Agung dari gereja Ortodoks Rusia yang masuk Islam karena mempelajari
Islam.
Banyak dari penginjil, pendeta dan uskup Agung, ilmuwan dan sarjana
yang tadinya seorang atheis (tidak percaya adanya Tuhan), guru, semuanya
yang kemudian memeluk Islam. Mengapa ini bisa terjadi? Aku menyimpulkan
bahwa untuk mencari kebenaran mereka haruslah mensucikan pikiran, hati
dan jiwa. Membuang prasangka, lalu mulailah membaca terjemahan Al-Qur’an
yang paling mudah dipahami. Kemudian hendaklah mereka berpikir dan
berdoa, meminta petunjuk kepada Yang Maha Esa. Insya Allah, terbukalah
pintu menuju-Nya.
Saat ini aku menjabat sebagai juru dakwah di American Muslims yang
didukung berbagai organisasi di Washington D.C. Isi dakwah yang sering
kubawakan ke seluruh penjuru dunia lebih banyak mengenai pesan Yesus
(Isa as) dalam pandangan Al-Quran (Islam). Bahkan American Muslims juga
mengadakan pertemuan antar ulama, pendeta dan rabbi (pendeta Yahudi)
untuk menyelenggarakan dialog membahas tentang 3 agama dengan satu Tuhan
ini. Memang banyak orang Kristen yang menanyakan perihal konversi
(pindah agama) saya ke agama Islam, apalagi aku dan keluargaku adalah
orang besar dalam keluarga Gereja.
Tapi, aku menganggap bahwa ini upaya
kami untuk mencari kebenaran dan berkat karunia Allah SWT kami semua
selamat dalam Islam.
Artikel lainnya :
Abdullah DeLancey, Perjalanan Spiritual Menjadi Seorang Muslim
Kisah Mualaf : Apakah Tuhan Bisa Mati....? Akhirnya Anthony Masuk Islam
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar