Senin, 07 Mei 2012

Kisah Mualaf : Joseph Estes, Islam adalah Agama Orang Yang Berakal


KISAH MUALAF - JOSEPH ESTES, ISLAM ADALAH AGAMA ORANG YANG BERAKAL
Mualaf - Joseph Estes

 Kisah Mantan Pastor Yang Mendapat Hidayah Islam


BAGIAN I
Terikat dalam keluarga yang memegang ajaran Kristen dengan kuat. Keluarga dan nenek moyang kami tidak hanya mendirikan gereja dan sekolah Kristen di Midwest, tapi merupakan keluarga pertama yang menempati daerah itu. Kami adalah Kristen yang taat.

Saat remaja, aku ingat benar ketika aku minat sekali untuk tahu tentang Gospel atau sering di sebut “Kabar baik”, ajaran dari Kristen.

Hal ini membuatku makin ingin belajar tentang banyak agama. Tapi tidak terhenti hanya pada agama Kristen. Sama sekali tidak. Aku pun mengkaji agama Hindu, Yahudi, Buddha, metafisik, dan keyakinan asli orang Amerika (suku Indian). Namun hanya satu agama yang tidak saya kaji, yaitu Islam. Ayahku aktif mengikuti kegiatan gereja, terutama sekolah gereja. Ia dan istrinya (Ibu tiriku) mengenal banyak penginjil dan pengkhotbah di TV.

Pada tahun 1991, ayah mulai menjalin usaha dengan orang Mesir dan memintaku untuk menemuinya. Dan ayahku menyebutkan bahwa orang Mesir itu seorang Muslim. Saat itu, aku tak mempercayainya. Seorang muslim? Aku akan bertemu dengan seorang Muslim? Bahkan aku belum pernah menemui orang muslim sebelumnya. Seperti apakah dia? Ayahku pernah bilang kalau oarng muslim itu bengis dan teroris. Mereka suka main bom sana sini dan pekerjaannya mencium tanah lima kali sehari, lalu menyembah kotak hitam di gurun.

Pada saat menemuinya, aku memakai seluruh perhiasan Kristenku. Aku membawa injil, memakai kalung salib dan memakai topi bertuliskan “Tuhan Yesus”. Tapi yang kudapatkan adalah sebaliknya, orang muslim dari Mesir itu tidak mengenakan hal-hal yang mengerikan yang mencirikan seorang muslim fanatik. Ia tidak memakai kalung bertuliskan nama Tuhan mereka, tidak pula membawa kitab mereka. Ia pun seorang yang ramah.

Setelah perkenalan singkat, aku mulai mengorek informasi tentang Islam. Dan kudapati hal yang mengejutkan, bahwa muslim itu mempercayai Tuhan, percaya dengan adanya Adam, Hawa, Abraham (Ibrahim), Moses (Musa), David (Daud), Solomon (Sulaiman), bahkan ia juga percaya dengan Injil dan Isa. Apa-apaan, pikirku. Bagaimana bisa kami, yang berbeda agama mempercayai hal yang sama??

Nama orang Mesir itu, Muhammad. Ketika kami makin akrab atas nama bisnis, Muhammad dan aku sering pula bertemu dan diskusi seputar Islam dan Kristen. Aku mulai memamerkan berbagai macam versi Injil. Dari mulai versi James yang lama dan yang baru, versi Jimmy Swaggart, Injil Katolik dan Protestan. Sedangkan Muhammad, menunjukkan bahwa ia hanya mempunyai satu buah versi Al-Quran. Aku terkesima dengan Al-Quran yang terjaga rapi dan dapat dibaca dengan mudah juz per juz.
Lebih mengejutkannya lagi adalah ketika Muhammad membawaku ke Masjid, menjumpai seorang pendeta Katolik yang aku kenal telah masuk Islam. Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana dengan ikhlas kurasakan mantan Pendeta Katolik itu mengatakan bahwa ia telah kembali ke pangkuan Islam? Aku sadar dan benar-benar terkejut bahwa disamping mempercayai Taurat dan Injil, mereka juga mempercayai kalau Yesus adalah utusan Tuhan, bukti mukjizat kelahiran manusia tanpa campur tangan manusia, Messiah yang disebutkan dalam Injil. 

Muhammad juga mengatakan bahwa Yesus saat ini bersama dengan Tuhan dan yang paling penting bahwa ia akan kembali pada Hari Akhir untuk memimpin orang beriman melawan anti-Tuhan (LudiChrist). Ini semua ada dalam kepercayaanku sebagai seorang Kristen. Mengapa ayahku dan yang lainnya mengatakan bahwa Islam salah kaprah jika ajarannya sama dengan ajaran yang tengah kusebarkan ke seluruh pelosok Amerika ?

BAGIAN KE 2
Ini semua membuatku berpikir. Muhammad yang tinggal bersamaku, sehari-harinya menjadi temanku berdiskusi banyak hal, dari malam hingga shubuh. Saat itu, aku tahu akhirnya kebenaran telah datang dan sekarang terserah pada diri saya sendiri. Aku pergi ke rumah ayah dan menemukan papan kayu besar. Di atas papan kayu itu saya taruh kepala saya di tanah menghadap kiblat yang selama ini menjadi arah ibadah orang muslim, untuk bersujud lima kali sehari.

Dalam keadaan seperti itu, aku memohon kepada Tuhan untuk memberikan petunjuk,“Ya Tuhan, Jika Engkau di sana, berilah aku petunjuk.” Setelah beberapa saat, aku mengangkat kepalaku dan merasakan sesuatu. Yang kulihat bukanlah burung atau malaikat di langit atau mendengar suara musik. Bukan pula cahaya terang dan kelebat bayangan, tapi itu sebuah perasaan, perubahan di dalam diriku sendiri. Aku langsung mandi dan menyiram seluruh tubuhku, seolah-olah ingin menghilangkan semua dosa yang sudah menempel selama berpuluh-puluh tahun.

Pagi itu juga, jam 10, aku berdiri mengumandangkan syahadat di hadapan dua orang saksi, mantan pendeta Peter Jacob dan Muhammad Abdurrahman. Beberapa menit kemudian istriku menyusul. Kali ini di hadapan tiga orang saksi (aku sebagai saksi yang ketiga). Ayahku memilih untuk yakin benar beberapa bulan berikutnya sebelum bersyahadat. Akhirnya ia kembali ke pangkuan Islam dan mengajakku untuk shalat bersama di masjid sekitar rumah kami.

Bahkan anak-anak kami pindah dari sekolah Kristen ke sekolah Islam. Kini, sepuluh tahun berikutnya, mereka telah menghafal banyak ayat-ayat suci Al-Quran dan mengajarkan Islam pula. Ibu tiriku adalah orang yang paling akhir di dalam keluarga kami yang akhirnya menyadari bahwa Yesus tidak mungkin anak Tuhan. Yesus pastilah Utusan Tuhan dan bukan bagian dari Tuhan.

Yang membuatku bahagia adalah karena tidak hanya keluarga kami, dari penginjil yang kemudian kembali ke Islam. Ketika aku di Dallas, seorang pelajar seminari Baptist bernama Joe masuk Islam setelah membaca Al-Quran di sekolah itu. Juga perjumpaanku dengan seorang missionaris yang bekerja selama 8 tahun di Afrika. Ia juga masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Omar. Selama di Dallas pula, aku berkenalan dengan Uskup Agung dari gereja Ortodoks Rusia yang masuk Islam karena mempelajari Islam.

Banyak dari penginjil, pendeta dan uskup Agung, ilmuwan dan sarjana yang tadinya seorang atheis (tidak percaya adanya Tuhan), guru, semuanya yang kemudian memeluk Islam. Mengapa ini bisa terjadi? Aku menyimpulkan bahwa untuk mencari kebenaran mereka haruslah mensucikan pikiran, hati dan jiwa. Membuang prasangka, lalu mulailah membaca terjemahan Al-Qur’an yang paling mudah dipahami. Kemudian hendaklah mereka berpikir dan berdoa, meminta petunjuk kepada Yang Maha Esa. Insya Allah, terbukalah pintu menuju-Nya.

Saat ini aku menjabat sebagai juru dakwah di American Muslims yang didukung berbagai organisasi di Washington D.C. Isi dakwah yang sering kubawakan ke seluruh penjuru dunia lebih banyak mengenai pesan Yesus (Isa as) dalam pandangan Al-Quran (Islam). Bahkan American Muslims juga mengadakan pertemuan antar ulama, pendeta dan rabbi (pendeta Yahudi) untuk menyelenggarakan dialog membahas tentang 3 agama dengan satu Tuhan ini. Memang banyak orang Kristen yang menanyakan perihal konversi (pindah agama) saya ke agama Islam, apalagi aku dan keluargaku adalah orang besar dalam keluarga Gereja. 

Tapi, aku menganggap bahwa ini upaya kami untuk mencari kebenaran dan berkat karunia Allah SWT kami semua selamat dalam Islam. 
INFORMASI HARGA DAN PEMESANAN MOBIL NISSAN
Add caption

Tidak ada komentar:

Posting Komentar