Ada 5 Rumus Agar Kita Bisa Menghadapi Persoalan Hidup
Ada yang harus kita pahami terlebih dulu persoalan apa yang sedang kita hadapi. Jangan menganggap
persoalan sebagai sesuatu yang merendahkan diri kita.
Coba, saya tanya,
Rasulullah itu hidupnya banyak ujian? Banyak masalah? Sering dihina,
dicaci dan dimusuhi banyak orang?
Nah, bagaimana sosok Rasul? Beliau
manusia yang mulia kan? Persoalan adalah sesuatu yang mengangkat derajat
seseorang. Justru jangan bangga ketika tidak ada persoalan dalam hidup
kita. Pada intinya ujian itu bisa berupa kelapangan / kemudahan dan
kesempitan / kesusahan. Ujian kelapangan itu yang lebih bahaya. Karena
ketika berada dalam kondisi lapang, kita cenderung sedikit mengingat
Allah.
Salah satu ulama pernah berkata, “Tidak bisa seseorang meraih
saripati ilmu tauhid, bila belum mengamalkan ilmu kelapa.”
Apa itu? Kita
lihat, kelapa itu dijatuhkan dari pohon, dijambak sampai gundul,
digetok pakai golok, dicungkil sampai copot, disisir, lalu diparut, dan
diperas! Percayalah, dengan mengalami persoalan hidup, kita justru bisa
mendapatkan banyak kebaikan.
Saya pernah berada di masa-masa hidup penuh
pujian. Kemudian, kondisi berbalik. Saya dicaci di infotainment dan
sebagainya. Tapi dari situ, Alhamdulillah, ketika menghadapi ujian yang
berat, anak-anak saya malah jadi hafidz. Pesantren jadi ramai. Persoalan
hidup itu tidak bahaya, karena semua sudah diukur oleh Allah. Yang
bahaya adalah, manakala kita salah dalam menyikapi persoalan hidup.
Rumus pertama, kita harus siap menghadapi
yang cocok dan yang tidak cocok dengan keinginan. Mustahil semua
keinginan kita terwujud, atau hidup kita semuanya cocok terus dengan apa
yang kita mau. Misalnya, setiap orang tentu ingin selalu sehat.
Padahal, ada masanya kita harus menghadapi sakit. Sakit dan sehat itu
hanya episode kehidupan. Berapa banyak orang menjadi mulia karena sakit,
dan berapa banyak orang yang hina ketika ia sehat. Setiap takdir ada
jalannya. Jangan pernah berprasangka buruk. Tugas kita hanyalah :
(1).
Meluruskan niat lillahit ta’ala;
(2). Sempurnakan ikhtiar di jalan
Allah; (
(3). Pasrahkan dengan tawakkal. Orang yang sakit hati pasti tidak
tawakkal, karena merasa keinginannya paling benar.
Rumus kedua, kalau sesuatu sudah terjadi,
maka kita harus ridho. Orang stres itu bukan karena kenyataan, tapi
karena tidak terima kenyataan. Terimalah takdir yang ada, sambil kita
terus berikhtiar untuk takdir yang lebih berkah. Orang depresi karena
tidak terima takdir. “Sulit” itu kan persepsi kita. Pujian dan cacian
itu sama saja, bergantung pada bagaimana cara kita menyikapinya.
Rumus ketiga, Jangan mempersulit diri.
Mudahkan, jangan dibuat ribet. Karena, rasa sakit itu sebanding dengan
tingkat “ketergantungan” kita pada makhluk. Manakala kita begitu
“bergantung” pada uang, misalnya, lalu uang itu hilang, maka rasa
sakitnya semakin menjadi-jadi. Sebenarnya, orang yang paling sengsara
itu mereka yang menginginkan sesuatu yang tidak ada takdirnya. Ridho,
ridho, kita harus ridho. Misalkan ban kita pecah. Jangan sedih. Setelah
ucapkan innalillahi, kita pahami bahwa artinya ada rezeki tukang ban di
dompet kita. Aduh, tapi ngedorong motornya masih jauh! Ya, pahami, bahwa memang kita kudu olahraga. Enak kan, hidup kalau ridho seperti itu.
KH. Abdullah Gymnastiar |
Yang bahaya, kalau kita yang sebel sama tetangga. Giliran tetangga naik gaji, eh, kita naik tensi. Rugi.
Rumus keempat, evaluasi diri. Coba kita
baca Surat An-Nisa ayat 79. Karunia apapun yang kamu peroleh PASTI dari
Allah. Sementara keburukan apapun MUTLAK dari diri kamu sendiri. Orang
bisa tobat kalau dia merasa sebagai sumber musibah. Sementara orang
nggak bisa tobat kalau dia merasa sebagai korban.
Ingat sabda Rasul, “Laa taghdhob, walakal Jannah.” Jangan marah,
bagimu surga. Para pemarah susah ke surga, karena pahalanya habis.
Janganlah kita banyak mikir dan komentar yang tidak perlu. Ayo terus
evaluasi diri.
Rumus kelima, cukuplah Allah sebagai
penolong kita. Manakala kita bersandar pada “sesuatu”, tentu ada rasa
takut kehilangan “sesuatu”. Misal, kita bersandar pada jabatan. Dengar
kata mutasi, eh kita malah dengarnya mutilasi. Ya itu tadi, makin
bersandar pada makhluk, makin capek. Makin ingin dipuji dan dicintai,
rasanya makin sakit hati.
Terus camkan dalam diri, bahwa bergaul dengan manusia bukan berarti
kita mengharapkan sesuatu dari manusia lain. Jangan berharap disayangi
atau diberi, tapi berharaplah untuk makin menyayangi dan memberi. Kita
akan merasa lebih tenang, ketika tidak banyak berharap. Ingatlah, bahwa
kita tidak dirancang untuk menyelesaikan persoalan. Dengan adanya
persoalan, kita dekati Allah, dengan jalan tobat dan taat kepada-Nya.
Maka, kita akan menjadi tenang, ada jalan keluar dan persoalan hidup
kita beres, atas izin Allah.
Artikel lainnya :
Info Harga All type NISSAN - Silahkan KLIK disini...! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar