Add caption |
Komitmen merupakan langkah awal jika
ingin memiliki karakter yang baik, tetapi komitmen seperti apa yang
dibutuhkan untuk mensukseskan pendidikan karakter? Yaitu disiplin
terhadap pendidikan karakter itu sendiri. Kali ini kita akan membahas
dari sudut pandang sekolah.
Suatu ketika saya sempat
mempresentasikan tentang pendidikan karakter dan dampaknya terhadap guru
dan karyawan sekolah. Saya dan rekan sengaja menyeting agar lingkungan
sekolah menjadi padu dengan isu pendidikan karakter yang akan
didengungkan oleh sekolah yang bersangkutan. Saat saya menjelaskan
tentang peraturan sekolah dan peraturan kelas, terlihat muka yang kurang
nyaman, serta respon yang kurang antusias, serta air muka yang seakan
berbeban berat menyikapi pelaksanaan pendidikan karakter. Artikel terkait Belajar Karakter Air.
Dan ditengah-tengah acara saya
menjelaskan agar sekolah tidak perlu terburu-buru melakukan perombakan
besar dalam aturan sekolah. Saya sangat memahami beban guru dalam
mengajar dan kegiatan administrasinya, lakukan step by step
yang penting ada komitmen dalam pelaksanaannya dan peliharalah disiplin
sebagai motor penggerak pendidikan karakter itu sendiri, itu kuncinya.
Disiplin, disiplin dan disiplin.
Sekilas saya jelaskan disiplin orang
yang hidup di Indonesia dengan dua musim, berbeda dengan negara yang
hidup dengan empat musim. Ketangguhan, daya juang dan inisiatif juga
berbeda. Kita di Indonesia adalah wilayah yang tantangan secara alamnya
cukup sedikit dibandingkan dengan mereka yang hidup di empat musim.
Karena salah satu faktor inilah kita perlu belajar disiplin lebih lagi
untuk kehidupan yang lebih baik.
Disiplin sangat erat dengan kesuksesan,
bahkan disiplin ada dalam satu paket dengan kesuksesan. Apapun yang
hendak dicapai dalam kesuksesan itu disiplin adalah dasarnya. Bahkan
ukuran disiplin sudah diformulasikan secara rinci oleh Malcolm Gladwell
dalam bukunya Outlier, bahwa butuh 10.000 jam kedisiplinan untuk menjadi
master dalam bidang apapun. Penyanyi, atlet, profesional di bidang
bisnis yang sukses telah melewati proses 10.000 jam. Dan anda tahu siapa
saja yang telah menjadi master di bidangnya bukan? Sebut saja, Ruth
sahayana, Taufik hidayat, Agnes Monica, Purwacaraka, Juna, Rifat
Sungkar, Chairul Tanjung, Hermawan Kertajaya dan masih banyak sekali
tokoh yang bisa disebut master di bidangnya masing-masing.
Pendidikan karakter cenderung tak akan
pernah tersentuh secara nyata jika ada hanya sebatas proses pemahaman
tentang karakter atau hanya bersifat informasi tanpa adanya tindakan.
Dewasa ini di media cetak, elektronik dan media internet banyak
memberitakan tentang kasus jual beli kunci ujian, contek mencontek,
plagiatisme, bahkan kasus kriminal yang dilakukan oleh pelajar, itu
semua menunjukan bahwa nilai realisasi karakter bangsa tidak terwujud
nyata. Fenomena ini muncul akibat rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi antara lain :
- Rendahnya sarana fisik
- Rendahnya kualitas guru
- Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan
- Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
- Visi dan moralitas pendidik serta anak didik yang rendah
- Mahalnya biaya pendidikan Memang menjadi masalah serius di negeri ini
Anggaran pendidikan yang sudah tinggi
tidak menjamin sarana fisik yang baik dan biaya pendidikan yang
terjangkau, penyebabnya jelas moralitas masyarakat yang mementingkan
golongan, kepetingan pribadi dan mendapat keadaan yang tepat.
Add caption |
Keenam halangan ini hanya bisa hilang
jika nilai luhur dan pendidikan karakter benar-benar terealisasikan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal berkaitan dengan permasalah diatas
kiranya diperlukan suatu terobosan di dunia pendidikan untuk
menciptakan generasi muda yang berkarakter dan berprestas tinggi. Untuk
mencapai itu diperlukan inovasi dan pengembangan nilai disiplin serta
komitmen dari setiap perangkat sekolah agar pendidikan karakter bisa
terus berjalan. Dampak dari pendidikan karakter dapat membangun individu
untuk mengenali dirinya sendiri dan mampu menetapkan tujuan
pendidikannya.
Pendidikan karakter sebenarnya sudah ada
sejak dulu seperti apa yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara melalui
Among Metode, dimana ada tiga unsur pendidikan yang harus berjalan
sinergis yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan Among Metode
diharapkan anak akan tumbuh sesuai kodrat (naturelijke groei) dan
keadaan budaya sendiri (cultuur histories). Sehingga ada tiga hal yang
patut dan perlu untuk dikembangkan dalam rangka membangun karakter yang
berpendidikan yaitu membangun budaya agar siswa selalu siap dengan
perubahan yang semakin kompetitif mengingat budaya itu bersifat
kontinue, konvergen dan konsentris (Ki Hajar Dewantara).
Perhatikan
kata-kata Ki Hajar Dewantara berikut “membangun budaya agar siswa selalu
siap dengan perubahan yang semakin kompetitif” artinya diperlukan sikap
yang berkomitmen dan disiplin terhadap pelaksanaan pendidikan karakter
itu sendiri, dan semua ini dapat dimulai dari kita semua. Sudahkah anda
berkomitmen terhadap hal ini ?
Salam
Penulis : Timothy Wibowo
Artikel lainnya :
- Cara Mencegah Pencurian Mobil
- 5 Tipe Wanita Dalam Al Qur'an
Artikel lainnya :
- Cara Mencegah Pencurian Mobil
- 5 Tipe Wanita Dalam Al Qur'an
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar