Kalau kita berada berkunjung ke Yogyakarta, tentu kita akan dapati yang menjadi ciri khas pria di seputar Keraton Jogyakarta yaitu memakai "Blangkon".
Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu :
1. Blangkon dengan entuk Mataraman dan
2. Blangkon dengan bentuk Kagok.
Kedua
blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu
wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.
Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta.
Selain motif utama di atas
masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan
blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif
iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik. Makna simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.
Sedangkan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.
Sedangkan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya.
Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau
tempat yangpenuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari
sumber kehidupan.
Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.
Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang
melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak
lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan
sebagainya.
Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya
dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi
serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif
ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling
mengasihi.
Adanya mondolan di blangkon nyajogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya solo sehingga pada blangkon Solo kempes di bagian belakang.
Adanya mondolan di blangkon nyajogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan.
Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya solo sehingga pada blangkon Solo kempes di bagian belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar